Translate

Senin, 17 September 2012

ASKEP PADA KLIEN GAGAL JANTUNG

ASKEP PADA KLIEN GAGAL JANTUNG
A. DEFINISI
Gagal jantung kongestif adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan terhadp oksigen dan nutrien. (Diane C. Baughman dan Jo Ann C. Hockley, 2000)
Suatu keadaan patofisiologi adanya kelainan fungsi jantung berakibat jantung gagal memompakan darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan dan atau kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian tekanan pengisian ventrikel kiri (Braundwald)

B. ETIOLOGI
 Gagal jantung kongestif dapat disebabkan oleh:
1. Kelainan otot jantung
Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung, disebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari penyebab kelainan fungsi otot mencakup ateriosklerosis koroner, hiprtensi arterial, dan penyakit degeneratif atau inflamasi.
2. Aterosklerosis koroner
Mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpuikan asam laktat). Infark miokardium (kematian sel jantung) biasanya mendahului terjadinya gagal jantung. Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif, berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi yang secara langsung merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitaas menurun.
3. Hipertensi sistemik atau pulmonal ( peningkatan afterload )
Meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya mngakibatkan hipertrofi serabut otot jantung.
4. Peradangan dan penyakit myocardium degeneratif,
Berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara langsung merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun.
5. Penyakit jantung lain
Gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang sebenarnya, yang ssecara langsung mempengaruhi jantung. Mekanisme biasanya terlibat mencakup gangguan aliran darah yang masuk jantung (stenosis katup semiluner), ketidak mampuan jantung untuk mengisi darah (tamponade, perikardium, perikarditif konstriktif, atau stenosis AV), peningkatan mendadak after  load.


6. Faktor sistemik
Terdapat sejumlah besar faktor yang berperan dalam perkembangan dan beratnya gagal jantung. Meningkatnya laju metabolisme(mis : demam, tirotoksikosis ), hipoksia dan anemia peperlukan peningkatan curah jantung untuk memenuhi kebutuhan oksigen sistemik. Hipoksia dan anemia juga dapat menurunkan suplai oksigen ke jantung. Asidosis respiratorik atau metabolik dan abnormalita elektronik dapat menurunkan kontraktilitas jantung.

Grade gagal jantung menurut New york Heart Associaion
Terbagi menjadi 4 kelainan fungsional:
I.    Timbul gejala sesak pada aktifitas fisik berat
II.    Timbul gejala sesak pada aktifitas fisik sedang
III.    Timbul gejala sesak pada aktifitas ringan
IV.    Timbul gejala sesak pada aktifitas sangat ringan/ istirahat

C. PATOFISIOLOGI
► Respon kompensasi terhadap out put kardiac yang tidak adekuat.
Cardiac out put yang tidak adekuat memicu beberapa respon kompensasi yang berusaha untuk mempertahankan perfusi organ- organ tubuh yang vital. Respon awal adalah stimulus kepada saraf simpati yang menimbulkan dua pengaruh utama :
1. Meningkatkan kecepatan dan kekuatan kontraksi myocardium.
2. Vasokontriksi perifer
Vasokontriksi perifer menggeser arus darah arteri ke organ-organ yang kurang vital, seperti kulit dan ginjal dan juga organ-organ yang lebih vital, seperti otak. Kontriksi vena meningkatkan arus balik dari vena ke jantung. Peningkatan peregangan serabut otot myocardium memungkinkan kontraktilitas.
Pada permulaan respon berdampak perbaikan terhadap cardiac out put, namun selanjutnya meningkatkan kebutuhan oksigen untuk myocardium, meregangkan serabut- serabut myocardium dibawah garis kemampuan kontraksi. Bila orang tidak berada dalam status kekurangan cairan untuk memulai peningkatan volume ventrikel dapat memperberat preload dan kegagalan komponen- komponen.
Jenis kompensasi yang kedua yaitu dengan mengaktivkan sistem renin angiotensin yang akhirnya berdampak pada peningkatan preload maupun afterload pada waktu jangka panjang dan seterusnya.
Kompensasi yang ketiga yaitu dengan terjadinya perubahan struktur micardium itu sendiri yang akhirnya lama- kelamaan miocrdium akan menebal atau menjadi hipertropi untuk memperbaiki kontraksi namun ini berdampak peningkatan kebutuhan oksigen untuk miocardium.

D. MANIFESTASI KLINIS
1. Tanda dominan:
-    Meningkatnya volume intravaskuler
Kongestif jaringan akibat tekanan arteri dan vena meningkat akibat penurunan curah jantungManifestasi kongesti dapat berbeda tergantung pada kegagalan ventrikel mana yang terjadi.
2. Gagal jantung kiri:
Kongesti paru menonjol pada gagal ventrikel kiri krn ventrikel kiri tak mampu memompa darah yang datang dari paru.
Manifestasi klinis yang terjadi yaitu:
a.    Dispnu
Terjadi akibat penimbunan cairan dalam alveoli dan mengganggu pertukaran gas. Dapat terjadi ortopnu.Bebrapa pasien dapat mengalami ortopnu pda malam hari yang dinamakan Paroksimal Nokturnal Dispnea (PND).
b.    Batuk
c.    Mudah lelah
Terjadi karena curah jantung yang kurang yang menghambat jaringan dari sirkulasi normal dan oksigen serta menurunnya pembuangan sisa hasil katabolismeJuga terjadi karena meningkatnya energi yang digunakan untuk bernafas dan insomnia yang terjadi karena distress pernafasan dan batuk.
d.    Kegelisahan dan kecemasan
Terjadi akibat gangguan oksigenasi jaringan, stress akibat kesakitan bernafas dan pengetahuan bahwa jantung tidak berfungsi dengan baik.
3. Gagal jantung kanan
1.  Kongestif jaringan perifer dan viseral.
2. Edema ekstrimitas bawah (edema dependen), biasanya edema pitting, penambahan berat badan,
3. Hepatomegali. Dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen terjadi akibat pembesaran vena di hepar.
4. Anorexia dan mual. Terjadi akibat pembesaran vena dan statis vena dalam rongga abdomen.
5. Nokturia
6. Kelemahan.


E. EVALUASI DIAGNOSTIK
Meliputi evaluasi manifestasi klinis dan pemantauan hemodinamik. Pengukuran tekanan preload, afterload dan curah jantung dapat diperoleh melalui lubang-lubang yang terl;etak pada berbagai interfal sepanjang kateter. Pengukuran CVP ( N 15-20 mmhg ) dapat menghasilkan pengukuran preload yang akurat .PAWP atau pulmonary artery wedge pressure adalaah tekanan penyempitan arteri pulmonal dimana yang diukur adalah takanan akhir diastolic ventrikel kiri. Curah Jantung diukur dengan suatu lumen termodelusi yang dihubungjkn dengan computer.

F. PENATALAKSANAAN
Tujuan pengobatan adalah:
-   Dukung istirahat untuk mengurangi beban kerja jantung.
- Meningkatkan kekuatan dan efisiensi kontraktilitas miokarium dengan preparat farmakologi, dan
- Membuang penumpukan air tubuh yang berlebihan dengan cara memberikan terapi antidiuretik, diit dan istirahat.

Terapi Farmakologis:
- Glikosida jantung.
Digitalis , meningkatkan kekuatan kontraksi otot jantung dan memperlambat frekuensi jantung.Efek yang dihasilkan : peningkatan curah jantung, penurunan tekanan vena dan volume darah dan peningkatan diuresisi dan mengurangi edema
- Terapi diuretik.
Diberikan untuk memacu eksresi natrium dan air mlalui ginjal.Penggunaan hrs hati – hati karena efek samping hiponatremia dan hipokalemia.
- Terapi vasodilator.
Obat-obat fasoaktif digunakan untuk mengurangi impadansi tekanan terhadap penyemburan darah oleh ventrikel. Obat ini memperbaiki pengosongan ventrikel dan peningkatan kapasitas vena sehingga tekanan engisian ventrikel kiri dapat dituruinkan
- Dukungan diet:
Pembatasan Natrium untuk mencegah, mengontrol, atau menghilangkan edema.

G. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Penurunan perfusi jaringan behubungan dngan menurunnya curah jantung , hipoksemia jaringan, asidosis, dan kemungkinan thrombus atau emboli.
Kemungkinan dibuktikan oleh :
•    Daerah perifer dingin
•    EKG elevasi segmen ST & Q patologis pada lead tertentu
•    RR lebih dari 24 x/ menit
•    Kapiler refill Lebih dari 3 detik
•    Nyeri dada
•    Gambaran foto torak terdpat pembesaran jantung & kongestif paru ( tidak selalu )
•    HR lebih dari 100 x/menit, TD > 120/80AGD dengan : pa O2 <> 45 mmHg dan Saturasi <>
•    Nadi lebih dari 100 x/ menit
•    Terjadi peningkatan enzim jantung yaitu CK, AST, LDL/HDL
H. INTERVENSI :
1.    Gangguan perfusi jaringan berkurang / tidak meluas selama dilakukan tindakan perawatan di RS.
 Kriteria :
Daerah perifer hangat, tak sianosis, gambaran EKG tak menunjukan perluasan infark RR 16-24 x/ menit tak terdapat clubbing finger, kapiler refill 3-5 detik, nadi 60-100x / menit, TD 120/80 mmHg
Rencana Tindakan :
•    Monitor Frekuensi dan irama jantung
•    Observasi perubahan status mental
•    Observasi warna dan suhu kulit / membran mukosa
•    Ukur haluaran urin dan catat berat jenisnya
•    Kolaborasi : Berikan cairan IV l sesuai indikasi
•    Pantau Pemeriksaan diagnostik / dan laboratorium mis EKG, elektrolit , GDA( Pa O2, Pa CO2 dan saturasi O2 ). Dan Pemberian oksigen
2.    Kerusakan pertukaran gas
Dapat dihubungkan oleh :
-    Gangguan aliran darah ke alveoli atau kegagalan utama paru, perubahan membran alveolar- kapiler ( atelektasis , kolaps jalan nafas/ alveolar edema paru/efusi, sekresi berlebihan / perdarahan aktif.
Kemungkinan dibuktikan oleh :
Dispnea berat, gelisah, sianosis, perubahan GDA, hipoksemia


Tujuan:
Oksigenasi dengan GDA dalam rentang normal (pa O2 <> 45 mmHg dan Saturasi <> 45 mmHg dan Saturasi)
Intervensi:
-    Catat frekuensi & kedalaman pernafasan, penggunaan otot Bantu pernafasan
Auskultasi paru untuk mengetahui penurunan / tidak adanya bunyi nafas dan adanya bunyi tambahan missal krakles, ronki dll.
-    Lakukan tindakan untuk memperbaiki / mempertahankan jalan nafas misalnya , batuk, penghisapan lendir dll.
-    Tinggikan kepala / tempat tidur sesuai kebutuhan / toleransi pasien
-    Kaji toleransi aktifitas misalnya keluhan kelemahan/ kelelahan selama kerja atau tanda vital berubah.

3.   Kemungkinan terhadap kelebihan volume cairan ekstravaskuler
Faktor resiko meliputi:
-    Penurunan perfusi ginjal, peningkatan natrium/ retensi air, peningkatan tekanan hidrostatik atau penurunan protein plasma ( menyerap cairan dalam area interstisial/ jaringan)
Kemunkinan dibuktikan oleh : tidak adanya tanda-tanda dan gejala gejala membuat diagnose actual.
Tujuan :
Keseimbangan volume cairan dapat dipertahankan selama dilakukan tindakan keperawatan selama di RS
Kriteria :
Mempertahankan keseimbangan cairan seperti dibuktikan oleh tekanan darah dalam batas normal, tak ada distensi vena perifer/ vena dan edema dependen, paru bersih dan berat badan ideal ( BB idealTB –100 ± 10 %).
Intervensi :
-    Ukur masukan / haluaran, catat penurunan , pengeluaran, sifat konsentrasi, hitung keseimbangan cairan
-    Observasi adanya oedema dependen
-    Timbang BB tiap hari
-    Pertahankan masukan total caiaran 2000 ml/24 jam dalam toleransi kardiovaskuler
-    Kolaborasi : pemberian diet rendah natrium, berikan diuetik.
-    Kaji JVP setelah terapi diuretic
-    Pantau CVP dan tekanan darah.

4. Pola nafas tidak efektif
Yang berhubungan dengan : Penurunan volume paru, hepatomegali, splenomigali
Kemungkinan dibukikan oleh :
-    Perubahan kedalaman dan kecepatan pernafasan ,gangguan pengembangan dada, GDA tidak normal.
Tujuan :
Pola nafas efektif setelah dilakukan tindakan keperawatan selam di RS, RR Normal , tak ada bunyii nafas tambahan dan penggunaan otot Bantu pernafasan. Dan GDA Normal.
Interfensi :
-    Monitor kedalaman pernafasan, frekuensi, dan ekspansi dada.
-    Catat upaya pernafasan termasuk penggunaan otot Bantu nafas
-    Auskultasi bunyi nafas dan catat bila ada bunyi nafas tambahan
-    Tinggikan kepala dan Bantu untuk mencapi posisi yang senyaman mungkin.
-    Kolaborasi pemberian Oksigen dan px GDA

5.    Intoleransi aktifitas dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari
Dapat dihubungakan dengan : ketidakseimbangan antar suplai oksigen miocard dan kebutuhan, adanya iskemik/ nekrotik jaringan miocard.
Kemungkinan dibuktikan oleh :
Gangguan frekuensi jantung, tekanan darah dalam aktifitas, terjadinya disritmia, kelemahan umum.
Tujuan :
Terjadi peningkatan toleransi pada klien setelah dilaksanakan tindakan keperawatan selama di RS
Kriteria : frekuensi jantung 60-100 x/ menit dan TD 120-80 mmHg
Intervensi :
-    Catat frekuensi jantung, irama, dan perubahan TD selama dan sesudah aktifitas
-    Tingkatkan istirahat ( di tempat tidur )
-    Batasi aktifitas pada dasar nyeri dan berikan aktifitas sensori yang tidak berat.
-    Jelaskan pola peningkatan bertahap dari tingkat aktifitas, contoh bengun dari kursi bila tidak ada nyeri, ambulasi dan istirahat selam 1 jam setelah makan.
-    Kaji ulang tanda gangguan yang menunjukan tidak toleran terhadap aktifitas atau memerlukan pelaporan pada dokter.


I. DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth, Buku Ajar Keperawatan Mdikal Bedah, edisi 8, 1997, EGC, Jakarta.
Doenges E. Marlynn, Rencana Asuhan Keperawatan , 2000, EGC, Jakarta.
Gallo & Hudak, Keperawatan Kritis, edisi VI, 1997, EGC Jakarta
Noer Staffoeloh et all, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I, 1999, Balai Penerbit FKUI, Jakarta
Nursalam. M.Nurs, Managemen Keperawatan : Aplikasi dalam Praktek Keperawatan Profesional, 2002, Salemba Medika, Jakarta
Russel C Swanburg, Pengantar keparawatan, 2000, EGC, Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar